Oleh Jeffry Sebayang
Setiap kali mendengar kata “gambir”, aku langsung terbayang dengan sebongkah benda kecoklatan yang digunakan untuk makan sirih. Yach, karena itulah yang kulihat dalam keseharian. Setahun lalu, abang saya Darwin Sebayang, memperlihatkan serbuk halus berwarna kuning muda dan menyampaikan, “ini katekin berkadar 90%, Bahan bakunya gambir.” Hari itu, penilaian tentang gambir berubah, gambir tak lagi temannya sirih tapi sebuah bahan penting dalam industry kosmetik, dan farmasi.
Indonesia merupakan negara pengekspor Gambir terbesar di dunia. Ekspor Gambir Indonesia sebesar 18 ribu ton dengan nilai ekspor mencapai USD 55 juta. Permintaan gambir di India semakin meningkat dari tahun ke tahun, dan dalam 5 tahun terakhir permintaan gambir berada pada kisaran 13-14 ribu ton per tahun.dari 94% gambir Indonesia diekspor ke India yang digunakan untuk Industri farmasi, astringent lotion dan zat penyamakan kulit. (sumber : http://ditjenbun.pertanian.go.id/ekspor-gambir-makin-jadi-primadona/)
Selain India, gambir juga di ekspor ke Jepang, Pakistan, Philipina, Malaysia dan Bangladesh
sumber : https://economy.okezone.com/read/2019/09/03/320/2100171/terungkap-fakta-80-pasar-gambir-dunia-dipasok-dari-indonesia
Market share katekin secara global bernilai USD 16,1 juta pada tahun 2019 dan diproyeksikan akan tumbuh pada tingkat pertumbuhan tahunan gabungan (CAGR) sebesar 3,4% dari tahun 2020 hingga 2027. Meningkatnya permintaan akan produk alami dan organik ditambah dengan kecenderungan konsumen yang terus meningkat untuk mengadopsi pola hidup sehat mendorong konsumsi katekin dalam formulasi suplemen makanan. Katekin adalah flavanol yang termasuk dalam kelompok polifenol yang ditemukan dalam teh hijau. Empat jenis utama katekin termasuk Epicatechin (EC), Epigallocatechin (EGC), Epicatechin-3-Gallate (ECG), dan Epigallocatechin-3- Gallate (EGCG). Katekin yang ditemukan dalam teh hijau bervariasi dalam komposisi dengan EGCG 60,0% diikuti oleh EGC, EKG, dan EC masing-masing sebesar 20,0%, 14,0%, dan 6,0%. Katekin menjadi bahan baku untuk sector industry Pharmaceutical, Beverages, Supplements, dan Mouth Rinsing (Sumber : https://www.grandviewresearch.com/industry-analysis/catechin-market)
Analisis produk dan pasar secara sederhana ini, menggambarkan betapa potensialnya gambir, baik sebagai komoditas maupun produk olahan. Gambir sebagai bahan baku utama katekin mampu menjadi industry hulu untuk sector industry kosmetik dan farmasi.
Namun, belum banyak orang yang menaruh perhatian terhadap potensi gambir ini. Inilah yang mendorong abang saya Darwin Sebayang, menekuni gambir dan mencoba menerapkan inovasi dan teknologi sehingga mampu memaksimalkan bahan baku gambir menjadi katekin berkadar tertinggi.
Darwin Sebayang tidak berhenti dalam menemukan katekin berkadar tinggi, namun berupaya mengedukasi berbagai pihak untuk memanfaatkan katekin berbahan baku gambir dengan menghadirkan G-FIT sebuah suplemen katekin berkadar tinggi yang mengandung anti oksidan yang dapat dikembangkan pada industry farmasi, kosmetik dan obat tradisional.
Kemunculan pandemi covid 19, menjadi momentum bagi Indonesia untuk mengembangkan sector industry farmasi dan obat tradisional sebagai lini terdepan dalam penanggulangan pandemi covid 19. Katekin menjadi salah satu pilihan alternative yang layak untuk dipertimbangkan sebagai bahan baku untuk mengatasi virus covid 19, karena mengandung anti oksidan tinggi yang mampu meningkatkan daya tahan tubuh.
Upaya Darwin Sebayang yang melakukan penerapan inovasi dan teknologi menjadi bagian dari upaya membangun daya saing produk Indonesia di pasar global, Indonesia harus mampu keluar dari persepsi Negara Pengekspor Komoditas terbesar di dunia, tapi juga mampu menjadi Negara Penghasil Produk Berkualitas.
Ugesh A. Joseph, 2013, dalam bukunya “The ‘Made in Germany’ Champion Brands Nation Branding, Innovation and World Export Leadership”: Small and medium-sized businesses are the mainstay of the German economy. These SMEs account for around 70 per cent of all jobs in the country. There are approximately 3.7 million such companies in existence today. They not only form the backbone of the
economy but are also responsible for bringing to the fore new innovations, technologies and patents. These have been developed by scores of technical entrepreneurs who have furthered their work into a successful, working enterprise. These enterprises constitute what in Germany is popularly known as the ‘Mittelstand’. A substantial percentage of Germany’s exports come from these companies.
Among the millions of such SMEs are a fairly large number of small to medium-sized firms that are very successful as exporters in international markets. Many of them are even global market leaders in their respective product categories and business sectors. These and similar such companies are, however, relatively unknown to the general public and business community as they are mainly industrial products, value-added raw materials, process technologies, etc., that facilitate the production of many consumer end-products that are well known. They essentially cater to a niche in the industry they operate in, working on their strengths, in providing innovative products and services to a global market. Adapting to consumer needs and an excellent after-sales service are some of their other differentiating factors for their ongoing success. Their service is as good as the product with on an average of a 10 per cent to 15 per cent price premium.
Ugesh (2013) mendeskripsikan kekuatan dari UMKM di Jerman yang focus pada inovasi, teknologi dan patent menjadi perusahaan yang mampu mengekspor produk ke pasar Internasional, dengan harga premium. Disamping itu, kemampuan memilih “niche market” menjadi factor penting kemampuan daya saing UMKM Jerman.
Tahun lalu, tepatnya 24 Agustus 2019, saya menghadiri even Rebranding Indonesia diprakarsai guru Brand saya, Subiakto Priosoedarsono denga tema “Indonesia Spicing The World” yang mengandung makna bahwa Indonesia hadir di percaturan dunia untuk memberi “cita rasa” kehidupan masyarakat dunia. Indonesia saat ini adalah negara yang berkiprah sebagai salah satu negara surga rempah-rempah dunia. Bukan hanya sekadar pusat bahan baku rempah, tetapi juga pusat pengolahan rempah menjadi beraneka ragam cita rasa. Nah, di sanalah keunggulan para praktisi UKM dalam mengolah rempah dan tanaman berkhasiat obat menjadi natural spice, functional food, farmasi herbal, kosmetik halal yang natural, bahkan menjadi bahan dasar untuk industri besar. (sumber: https://bisnis.tempo.co/read/1239324/perkuat-merek-indonesia-subiakto-priosoedarsono-luncurkan-gerakan-rebranding-indonesia/full&view=)
Darwin Sebayang dan Subiakto Priosoedarsono, dua orang anak Indonesia yang sama-sama berulang tahun di Bulan Agustus dengan usia yang relative sama 70 tahun. Berbeda dalam ruang dan waktu, namun punya satu mimpi menjadikan INDONESIA MENJADI NEGARA PENGHASIL PRODUK UNGGULAN YANG MEMBERI CITA RASA INDONESIA PADA DUNIA
DIRGAHAYU KEMERDEKAAN INDONESIA KE 75
Indonesia Maju dan Bangga Buatan Indonesia
Leave a Reply